![]() |
Ilustrasi |
JAKARTA - Putri bungsu mantan Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid, Inayah Wulandari Wahid, turut menjadi pemohon dalam gugatan uji formil UU No 3 tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Inayah, revisi UU TNI bertentangan dengan semangat reformasi dan supremasi sipil.
"Gugatan formil berangkat dari kekhawatiran prosedur legislasi yang tidak akuntabel dan pelemahan kontrol publik. Ini jelas bertentangan dengan nilai simbolis reformasi dan supremasi sipil," tegas Inayah, Jakarta (12/6/2025).
Inayah menilai revisi UU TNI dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi publik, dan tidak masuk dalam agenda resmi Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menurut Inayah, proses ini jelas mencerminkan praktik penyusunan undang-undang yang menyimpang (abusive law making).
Salah satu sorotan utama Inayah adalah pasal-pasal yang memperluas peran prajurit TNI aktif di lembaga-lembaga sipil. Dalam UU yang baru, jumlah lembaga sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif meningkat dari 10 menjadi 16 institusi.
"Langkah ini tidak hanya melanggar semangat reformasi, tetapi juga mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil. Ini membuka ruang yang sangat besar bagi militer untuk masuk dan mengatur urusan sipil," ujar Inayah Wahid.
Menurut Inayah, kebijakan tersebut berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer secara terselubung—sebuah kondisi yang pernah menjadi sumber represi dan pembatasan kebebasan sipil di masa Orde Baru.
“Sebagai simbol gerakan reformasi dan supremasi sipil, saya menilai gugatan ini bukan semata soal legalitas, tapi juga menyangkut arah demokrasi kita ke depan,” tambah Inayah.
Diketahui, Inayah Wahid menjadi salah satu pemohon gugatan formil Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 mengenai TNI di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (7/5/2025). Ia dan dua pemohon lainnya menjadi pihak ke-9 yang menggugat Undang-Undang baru TNI.
Posting Komentar