![]() |
Ketua DPP Persaudaran 98 Wahab Talaohu (pegang mic) |
Jakarta - Ketua DPP Persaudaraan 98, Wahab Talaohu mengatakan pentingnya menegakkan supremasi hukum dan peningkatan kualitas kinerja pemerintah untuk memastikan kontinuitas cita-cita reformasi 98. Dia mengatakan bahwa dua komponen tersebut merupakan kunci terciptanya stabilitas politik, keamanan dan ketertiban masyarakat hari ini.
Pernyataan itu disampaikan Wahab dalam diskusi publik bertajuk, “Refleksi 27 Tahun Reformasi 98: Menjaga Api Perjuangan, Melanjutkan Cita-Cita Reformasi” yang diselenggarakan Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) di Hotel NAM Kemayoran, Jakarta Pusat pada Sabtu (24/5/2025). Hadir pula dalam diskusi ini sebagai pembicara adalah Direktur Eksekutif Voxpol Centee Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno.
“Stabilitas sejati, keamanan dan ketertiban masyarakat dibangun dari kinerja pemerintah yang baik dan penegakan hukum yang adil,” kata Wahab.
Dalam konteks reformasi, kondusifitas tidak boleh berarti mengekang kebebasan berekspresi, terutama bagi mahasiswa dan masyarakat sipil. Justru hukum harus menjadi penjamin agar kebebasan itu tidak berubah menjadi anarki.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa kunci keberhasilan reformasi terletak pada dua hal, yakni kebangkitan nasional yang menekankan pada pentingnya persatuan seluruh elemen bangsa dan kerja-kerja konkret yang menjawab kebutuhan rakyat.
“Persatuan nasional adalah syarat utama agar agenda reformasi terus berjalan. Di sisi lain, reformasi harus diisi dengan langkah nyata. Saya sendiri mendirikan koperasi sebagai wadah pemberdayaan sosial, terutama kerabat aktivis-aktivis 98 agar mereka tidak terjebak dalam pragmatisme politik, dan tetap memiliki kemandirian ekonomi,” ujarnya.
Kemandirian ekonomi, menurutnya, adalah modal penting agar gerakan tetap kritis dan tidak mudah dibeli oleh kepentingan jangka pendek. Dengan demikian, semangat reformasi tetap hidup dalam tindakan nyata, bukan hanya dalam retorika.
Sementara itu, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan bahwa era reformasi membutuhkan kontrol publik yang kuat. Namun demikian, ia menekankan bahwa aksi unjuk rasa bukan satu-satunya cara memprotes kebijakan pemerintah di era reformasi. Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan, seperti melalui musik, diskusi, dan tulisan.
“Musik bisa jadi cara melakukan kontrol dan perlawanan politik. Iwan Fals dan Slank, juga Rhoma. Kalau nggak sanggup demo, panas-panas dan harus lawan water conon, bikinlah musik, diskusi, menulis, dan baca buku,” tuturnya.
Ia mendorong mahasiswa untuk tetap kritis terhadap pemerintah dengan catatan tidak memunculkan fitnah.
“Sampaikanlah kritik secara terbuka. Mengkritik tanpa fitnah. Yang paling penting sebagai aktivis mahasiswa adalah konsistensi adik-adik mahasiswa,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengapresiasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menghapus UU ITE. Menurutnya, UU tersebut sudah sejak lama didesak untuk dihapus, tetapi justru baru dihapus di era Prabowo.
“Kita apresiasi dari pemerintahan Pak Prabowo, di era beliau UU ITE itu dicabut. Telepas itu ada hubungan atau tidak. Tetapi faktanya MK sudah mencabut,” katanya.
Ia juga menyoroti program makan bergizi gratis (MBG). Ia berharap program unggulan Prabowo itu mampu mensejahterakan bangsa.
“Mudah-mudahan MBG ini bukan untuk kepentingan semata, tapi betul-betul mensejahterakan kehidupan bangsa,” ujarnya.
Posting Komentar